Basel II adalah rekomendasi hukum dan ketentuan perbankan kedua, sebagai penyempurnaan Basel I, yang diterbitkan oleh Komite Basel. Rekomendasi ini ditujukan untuk menciptakan suatu standar internasional yang dapat digunakan regulator perbankan untuk membuat ketentuan berapa banyak modal yang harus disisihkan bank sebagai perlindungan terhadap risiko keuangan dan operasional yang mungkin dihadapi bank.
Pendukung Basel II percaya bahwa standar internasional seperti ini dapat membantu melindungi sistem keuangan internasional terhadap masalah yang mungkin timbul sewaktu runtuhnya bank-bank utama atau serangkaian bank. Dalam praktiknya, Basel II berupaya mencapai hal ini dengan menyiapkan persyaratan manajemen risiko dan modal yang ketat yang dirancang untuk meyakinkan bahwa suatu bank memiliki cadangan modal yang cukup untuk risiko yang dihadapinya karena praktik pemberian kredit dan investasi yang dilakukannya. Secara umum, aturan-aturan ini menegaskan bahwa semakin besar risiko yang dihadapi bank, semakin besar pula jumlah modal yang dibutuhkan bank untuk menjaga likuiditas bank tersebut serta stabilitas ekonomi pada umumnya.
Tiga pilar
Basel II mengusung konsep "tiga pilar" yaitu persyaratan modal minimum, tinjauan pengawasan, serta pengungkapan informasi. Basel I sebelumnya hanya memperhatikan sebagian dari masing-masing pilar ini. Misalnya, Basel I hanya memperhitungkan risiko kredit secara sederhana, mempertimbangkan sedikit risiko pasar, serta sama sekali tidak menangani risiko operasional.
I. Pilar pertama
Pilar pertama berkaitan dengan pemeliharaan persyaratan modal (regulatory capital) yang diperhitungkan untuk tiga komponen utama risiko yang dihadapi bank: risiko kredit, risiko pasar, serta risiko operasional. Jenis risiko lain tidak dianggap layak diperhitungkan pada tahap ini.
Capital elements yang digunakan pada Basel I disempurnakan pada Basel II, diantaranya dengan menambahkan tier 3 yaitu : Short-term subordinated debt covering market risk (hutang subordinat jangka pendek yang mengcover resiko pasar). Tier 3 capital ini dibatasi maksimum sebesar 250 % tier 1 yang dimaksudkan untuk mendukung resiko pasar. Elemen pada tier 2 dapat disubtitusikan kedalam tier 3 dengan batasan yang sama yaitu 250% tier 1. Meskipun demikian ada beberapa negara yang berpendapat untuk membatasi jumlah tier 2 dan tier 3 maksimal sama dengan 100% jumlah tier 1.
A . Resiko Kredit
Risiko kredit dapat dihitung dengan dua cara yang berbeda, yaitu pendekatan standar (standardized approach) yang dilakukan oleh penilai dari luar atau berdasarkan standar yang ada, dan Foundation IRB (internal rating-based). yaitu penilaian resiko yang bisa dilakukan oleh sistem penilaian resiko internal yang disesuaikan dengan karakteristik kegiatan usaha dan profil risiko individual bank (internal model) sehingga lebih sophisticated.
i. Pendekatan Standar
Pada pendekatan standar dilakukan dengan pengukuran cumulative default rate (CDR) dengan melakukan komparasi antara penilaian yang dilakukan oleh institusi penilai kredit eksternal (External Credit Assessment Institution) dengan International Experience (disusun dari kombinasi agensi berpengalaman yang memiliki rating tinggi). Pembobotan tidak dilakukan secara sederhana seperti pada Basel I akan tetapi dilakukan dengan menggunakan pertimbangan ratting dari lembaga terkait. Sebagai contoh : pada Basel I, pembobotan resiko untuk klaim pada bank central atau pemerintah pusat untuk mata uang yang sama atau pada negara anggota OECD adalah 0%. Pada Basel II aturan ini dijabarkan kembali dengan memperhatikan ratting dari negara atau bank central tersebut sebagai berikut :
Credit Assessment | AAA to AA- | A+ to A- | BBB+ to BBB- | BB+ to B- | Below B- | Unrated |
Risk Weight | 0 % | 20 % | 50% | 100% | 150% | 100% |
Demikian juga untuk klaim pada institusi lainya, masing – masing ada ratingnya sendiri-sendiri sesuai penilaian kredit dari pihak eksternal. Terlihat bahwa pada Basel II ini pembobotan tidak terbatas pada 5 katagori seperti pada Basel I tapi bahkan ada katagori yang pembobotanya lebih dari 100 % seperti 150% tersebut.
ii. Internal Ratting Based
Internal Ratting Based yaitu penilaian resiko yang bisa dilakukan oleh sistem penilaian resiko internal yang disesuaikan dengan karakteristik kegiatan usaha dan profil risiko individual bank (internal model) sehingga lebih sophisticated. Penghitungan rating resikonya lebih komplek dengan melibatkan item-item khusus yang ada pada internal bank tersebut.
B. Resiko Operasional
Resiko operasional adalah resiko kerugian yang disebabkan ketidakcukupan atau kesalahan proses internal, manusia, sistem atau dari events eksternal. Definisi ini mencakup legal risk, dan tidak mencakup strategic dan reputational risk. Ada tiga pendekatan dalam penghitungan resiko operasional yaitu pendekatan dasar (basic indicator approach, BIA), pendekatan standar (standardized approach, STA), serta advanced measurement approach (AMA). Pemilihan penghitungan resiko ini didasarkan pada karakteristik resiko dari masing-masing bank.
i. Pendekatan dasar (BIA)
Pada pengukuran dengan pendekatan dasar (BIA), besarnya resiko dihitung sebagai : KBIA = [ S (GIt-n x a)]/n×
Dengan
KBIA : Kapital resiko dengan pendekatan dasar
GI : Pendapatan kotor tahunan, jika positif, lebih dari tiga tahun sebelumnya.
a : 15 % ditetapkan oleh komite berdasarkan masing-masing industri.
N : Jumlah tahun, lebih dari tiga tahun sebelumnya yang memiliki GI positif.
ii. Standardised Approach (SA)
Pada pengukuran dengan Standardised Approach (SA), aktifitas bank dibagi dalam delapan line bisnis: corporate finance, trading & sales, retail banking, commercial banking, payment & settlement, agency services, asset management, and retail brokerage. SA dirumuskan sebagai berikut :
KTSA ={Syears 1-3 Max [ S (GI1-8 x β1-8),0]}/3
dimana:
KTSA = Capital charge under the Standardised Approach
GI1-8 = Pendapatan kotor tahunan yang dedifinisikan pada pendekatan BIS untuk masing-masing kedelapan line bisnis.
β1-8 = Persentase tetap, ditetapkan oleh komite, terkait dengan level kebutuhan modal pada tingkat pendapatan kotor untuk masing-masing kedelapan line bisnis. Detil nilai beta adalah sebagai berikut:
Corporate finance (β1) | 18 % |
Trading and sales (β2) | 18% |
Retail banking (β3) | 12% |
Commercial banking ((β4) | 15% |
Payment and settlement (β5) | 18% |
Agency services (β6) | 15% |
Asset management (β7) | 12% |
Retail brokerage (β8) | 12% |
iii. Pendekatan AMA
Pendekatan AMA merupakan pendekatan perhitungan yang dilakukan oleh sistem internal yang meliputi pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Penerapan pendekatan AMA memerlukan persayaratan-persyaratan khusus pada manajemen bank tersebut, terutama adalah kualifikasi sistem penghitungan resiko internal. Disamping itu pada penerapan AMA diperlukan pengawasan dari audit eksternal.
C. Resiko Pasar
Resiko Pasar, didefinisikan sebagai resiko kerugian didalam atau pada posisi off balance sheet yang disebabkan oleh pergerakan harga pasar. Subjek dari resiko ini adalah resiko yang berkaitan dengan tingkat suku bunga pada instrumen yang diperdagangkan dan resiko tingkat nilai tukar mata uang asing. Pendekatan yang digunakan untuk perhitungan risiko pasar adalah pendekatan VaR (value at risk). Penghitungan resiko pasar secara spesifik tergantung pula pada kualifikasi yang dikeluarkan oleh External Credit Assesment (ECA), katagorinya adalah sebagi berikut :
Categories | External credit assessment | Specific risk capital charge |
Government | AAA to AA- | 0% |
A+ to BBB- | 0.25% (residual term to final maturity 6 months or less) 1.00% (residual term to final maturity greater than 6 and up to and including 24 months) 1.60% (residual term to final maturity exceeding 24 months) | |
BB+ to B- | 8.00% | |
Below B- | 12.00% | |
Unrated | 8.00% | |
Qualifying | | 0.25% (residual term to final maturity 6 months or less) 1.00% (residual term to final maturity greater than 6 and up to and including 24 months) 1.60% (residual term to final maturity exceeding 24 months) |
II. Pilar kedua
Pilar kedua menangani tanggapan pengawasan terhadap pilar pertama yang memberikan perkakas lanjut bagi pengawas. Pilar ini juga memberikan suatu kerangka kerja untuk menangani semua risiko lain yang mungkin dihadapi bank, seperti risiko sistemik, risiko pensiun, risiko konsentrasi, risiko strategik, risiko reputasi, risiko likuiditas, serta risiko hukum, yang digabungkan menjadi risiko residu.
Ada empat prinsip kunci dalam review pengawasan bank, yaitu :
1. Bank perlu memiliki proses penilaian terhadap kecukupan modal secara keseluruhan dalam hubungannya dengan profil resikonya dan strategi untuk mengelola level kapitalnya.
2. Supervisor perlu melakukan review dan mengevaluasi penilaian dan strategi kecukupan modal internal bank, sebagaimana kemampuanya untuk memonitor dan meyakinkan kemampuanya memenuhi aturan rasio kapital. Supervisor dapat melakukan tindakan penyesuaian jika mereka tidak puas terhadap hasil dari proses ini.
3. Supervisor perlu meminta bank untuk beroperasi diatas batas minimum aturan rasio modal dan perlu memiliki kemampuan untuk meminta bank untuk menahan modal nya melebihi minimum.
4. Supervisor perlu melakukan intervensi pada tahap awal untuk mencegah turunnya rasi kecukupan modal kebawah level minimum untuk mendukung karakteristik resiko bank tertentu dan perlu melakukan tindakan remedial yang cepat jika modal tidak di kelola atau dirubah.
Pada proses review pengawasan bank ada beberapa hal spesifik yang perlu diperhatikan yang meliputi interest rate pada buku bank, resiko kredit, resiko operasional dan resiko pasar.
III. Pilar ketiga
Pilar ketiga menekankan pada disiplin pasar dalam menerapkan pilar I dan Pilar II. Pada pilar ketiga ini Bank diharapkan meningkatkan transparansinya sehingga mampu memberikan gambaran yang lebih baik bagi pasar mengenai posisi risiko menyeluruh bank dan untuk memberikan kesempatan bagi pihak terkait dari bank untuk memberikan harga dan menangani risiko tersebut dengan sepantasnya.
Keterbukaan yang dimaksud dalam pilar ketiga meliputi transparansi kapital, transparansi resiko kredit, transparansi resiko operasional dan transparansi resiko pasar. Transparansi tersebut meliputi transparansi pada aspek kualitatif maupun kuantitatif.